Andalkan Ingatan Untuk Keluar dari Reruntuhan, Sempat Bantu Selamatkan Tamu

By

Stey Naldi saat mempersiapkan barang jualannya berupa Pisang Lumpur, Jumat (17/2). (FOTO: Elfira/Cepos)

Kesaksian Stey Naldi, Korban Selamat Dari Runtuhnya Café Cirita di Dok II Jayapura 

Robohnya Cirita Café yang menewaskan empat karyawannya, menjadi perhatian publik saat gempa dengan kekuatan Magnitudo 5,4 mengguncang Kota Jayapura pada Kamis (9/2) lalu. Ada kisah pilu di balik kejadian itu. Salah satunya dari penuturan saksi korban selamat Stey Naldi. 

Laporan: Elfira_Jayapura 

Rangkaian gempa bumi di Kota Jayapura memang sudah terjadi sejak awal Januari 2023 lalu. Namun, gempa yang terjadi Kamis (19/2) siang pukul 15.28 WIT itu memang menyebabkan banyak kerusakan bangunan bahkan korban jiwa di Kota Jayapura. Cirita Café memang menyedot perhatian public, karena ada empat karyawan yang tewas di tempat kerja ini. 

  Meski kejadian sudah 12 hari berlalu, namun rasa trauma masih mendera para karyawan yang selamat dari kejadian ini. Cenderawasih Pos sendiri berkesempatan bertemu dengan salah satu korban yang selamat dari musibah gempa bumi itu. Ia adalah ayah dua anak bernama Stey Naldi (23) karyawan Café Cirita.

  Usai musibah itu, Naldi  harus rela kehilangan pekerjaan. Karena tempatnya bekerja, roboh dan tenggelam ke dasar laut di tepian pantai kawasan Ruko dok II Jayapura. Naldi, akhirnya  memutuskan mencari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarganya. Ia  memilih berjualan Pisang Lumpur bersama temannya di Jayapura tepat depan SPBU APO Bengkel Jayapura.

  Saat dihampiri Cenderawasih Pos pada Jumat (17/2) sore. Ayah dua anak itu tengah sibuk mempersiapkan jualannya, membutuhkan waktu 30 menit menunggu di depan toko sebelum akhirnya bisa diwawancara.

  Melemparkan senyum, Stey pun memulai percakapan dengan Cenderawasih Pos saat gerimis perlahan membasahi Kota Jayapura petang itu. Saat gempa berkekuatan M 5,4, pria asal Sulawesi Utara mengaku sedang tertidur di kamar di Café Cirita. Ya, saat itu hari sudah menjelang sore, tidak banyak tamu yang datang. 

  “Saat gempa, saya sedang tertidur. Tiba-tiba bunyi teriakan dari dalam ruangan dan luar ruangan. Ketika saya membuka mata, reruntuhan tembok sudah berada di tubuh saya,” tutur Stey sembari mengingat apa yang terjadi saat itu.

  Rey tak sendirian saat itu di kamar, melainkan bersama dua temannya ketika gempa terjadi. Saat temannya sudah menyelamatkan diri, Rey justru tak bisa leluasa bergerak lantaran keramik yang licin disertai runtuhan tembok bangunan yang menimpa tubuhnya.

   Sekitar 10 menit ayah dua anak itu berada di bawah atap bangunan yang roboh di laut. Di tengah rasa kaget dan belum sadar sepenuhnya dari tidur, Stenly  mencari cara untuk muncul ke permukaan.

  “Usai ambruk, Café kemasukan air, dan lumpur dari dasar laut naik. Saya menutup mata sembari mengandalkan ingatan mencari jalan keluar, kursi dan meja sudah berhamburan. Tangan saya terus meraba ke sana ke mari, saya memegang apa yang bisa saya pegang dan saya kenali saat itu,” tutur Rey dengan wajah serius menjelaskan.

  Sekira a 10 menit berada dalam bangunan yang roboh, akhirnya Rey berhasil keluar dari café yang ambruk setelah tangannya mampu menyentuh gagang pintu. “Saat kepala saya muncul ke permukaan, saya mendengar teriakan orang orang dari darat bahwa masih ada orang di dalam café. Namun, saya sendiri tidak tahu posisi mereka dimana,” terangnya.

   Setelah muncul ke permukaan, Rey masih sempat menyelamatkan tiga orang tamu yang terdiri dari sepasang suami istri dan anak. “Mendengar bunyi gedor gedor seng disertai teriakan minta tolong dari sepasang suami istri dan seorang anak,” ucapnya.

  Soal empat rekannya sesama karyawan Café Cirita yang meninggal, Rey mengaku tak tahu pasti posisi mereka saat itu berada di mana. Pasalnya, saat gempa berkekuatan M5.4 dirinya sedang tertidur pulas di kamar.

  Di mata Rey, empat rekannya yang meninggal merupakan orang baik. Keseharainnya baik dan suka berbaur juga bercanda. “Turut mendoakan terhadap empat orang yang meninggal, mereka baik,” kata pria yang baru 10 bulan bekerja di Café Cirita itu.

  Rey sendiri sebagai tukang bakar ikan di Café Cirita, usai kejadian tersebut ia mengaku trauma dan enggan bekerja lagi di tempat yang sama. Bahkan saat ini ia dan rekannya yang lain berjualan Pisang Lumpur depan SPBU APO Bengkel.

  “Hingga kini masih trauma, setiap kali ada guncangan (gempa susulan) masih shok dan merasa parno, bahkan saya merasa sesak nafas,” ujarnya.

  Ia berharap hal serupa tidak lagi terjadi pada dirinya atau pun orang lain kedepannya. Sementara di lokasi café Cirita sendiri, kini dijadikan sebagai tempat pemancingan bagi warga. Jumat (17/2) saat Cenderawasih Pos mengunjungi lokasi itu, warga ramai memancing atau pun sedang menikmati pemandangan. (*/tri)

Tinggalkan Balasan

You may also like

Hot News

%d blogger menyukai ini: