Bangga Bisa Ikut Andil Dalam Pemerataan Pembangunan di Daerah Pelosok

By

Ngobrol Bareng Wakil Nahkoda KM. Tidar, Kapten Suryadi M. Mar. Chip Officer (Mualim 1)

Sudah lebih dari sebulan KM. Tidar telah bersandr di pelabuhan Jayapura sebagai kapal tempat isolasi terpusat (Isoter)  terapung bagi pasien covid-19 di Kota Jayapura. Cenderawasih Pos berkesempatan mengunjungi KM Tidar dan bertemu dengan Wakil Nahkoda KM. Tidar, Kapten Suryadi M. Mar. Apa saja yang terungkap

Laporan: Rahayu Nur Hasanah – Jayapura

Sosoknya gagah tinggi ramah menyapa  Cenderawasih Pos, dengan nafas tersengal karena baru saja melakukan pekerjaan fisik mengecat lantai top deck kapal disengat panasnya matahari.  “Kalau umumnya orang lebih suka dingin, saya lebih suka panas, supaya corona minggat,”jelas wakil Nahkoda KM Tidar, Kapten Suryadi M. Mar membuka obrolan siang kemarin. 

 Dia merasa terhormat mendapat tugas khusus kemanusiaan di KM. Tidar. “Sekarang ini kita dalam penugasan yang luar biasa, diminta dan ditunjuk langsung oleh pemerintah kepada Pelni agar kapalnya digunakan untuk isolasi terpusat terapung,” Kata Suryadi. Ia mengamati perkembangan sejak kapal diresmikan dan menampung 69 orang terinfeksi covid 19 hingga saat ini hanya tersisa 3 orang saja. Persentase kesembuhan mencapai 90%. Menurutnya para pasien yang terisolasi tergolong ringan, tanpa gejala sehingga tingkat kesembuhan pun tinggi. 

 Suryadi menceritakan kesehariannya selama menjalankan tugas di atas kapal yakni sebagai tangan kanan nahkoda, dan kerap mewakili sang nahkoda berhalangan. Seperti ke anjungan memantau situasi, mengawasi anak buah kerja.  Dan kebetulan, saat Cenderawasih Pos berkunjung,  Nahkoda KM Tidar sedang ada urusan penting di luar 

“Karena kalau saya levelnya memanage bukan lagi  mengoperasikan. Memanagemen suatu pekerjaan. Kita berikan kepada mereka kepala-kepala pekerjanya. Ini lho prioritas pekerjaan kita hari ini. Ada jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjangnya sesuai dengan Planning Maintenance System ( PMS). Saya melaporkan juga keadaan isoter pasien ke pimpinan saya di pusat. Jadi ada sinkronisasi kesamaan data,”ujar pria asal Jakarta itu. 

 Sebelum dirinya di kapal KM Tidar sebagai mualim 1 ini, dirinya  pernah di KM. Leuser dan KM. Tatamailau. Bersandar ke daerah daerah-daerah timur yang tidak bisa dimasuki kapal type PAX 2000 khusus di alur sempit dan dangkal seperti Pelabuhan Agats, Timika dan Merauke. 

“Saat menjadi mualim 1 pengalamannya itu bagaimana sukanya kita berinteraksi dengan kawan, penumpang, kadang mereka bisa berbaur. Kalau saat pandemi ini kita nggak bisa. Kita kurangi. Disinipun ada daerah terlarang untuk penumpang,”terangnya.

Dirinya mengaku saat keadaan alamnya aman, laut tenang, dirinya dan awak kapal yang lain merasa aman, namun saat ombak besar datang bisa tepar. “Begitulah risiko jabatan. Harus menerima, kita semua sedang penugasan. Tapi kami ada hak cuti. 3 bulan berlayar 1 bulan cuti. Itu hak wajib,”katanya lagi.

 Dia pun sedikit bercerita tentang perjalanannya menjadi saat ini, dimana ketika masa kecil, keluarganya bukanlah orang yang mampu. Suryadi mengaku saat itu tidak gampang, hidup berawal dari keluarga susah. Dengan 10 Saudara, 2 Perempuan dan 8 laki-laki.

 Dulu neneknya pernah bermimpi si Suryadi kecil ini berambut panjang. Hingga akhirnya si nenek berkata kepada ibu Suryadi, “Anakmu kamu jaga nih. Kalau orang rambutnya panjang sampek nyentuh ke bumi anak mu sukses ntar bisa ngangkat kamu sekeluarga ni,”ujarnya

 Bahkan,  pada suatu ketika saat dirinya masih kelas 1 SD, kakeknya yang bekerja di pelabuhan mengajaknya untuk melihat situasi di tempat kerjanya. “A’ tu liat tu yang baju putih, a’ sini tu liat tu kapal itu mau brangkat aja nunggu dia tu a’ tu. Bayangin. Kalau bisa kamu a’ kayak begitu. Kalau bisa orang nunggu kamu. Berarti kamu dibutuhkan ni.”ujar kakeknya. Dari obrolan tersebut dirinya mulai bertekat untuk bisa merubah keadaan dirinya dan keluarganya.

Dirinya juga mengaku pernah tinggal dengan keluarga angkat saat kelas 1 sampai 2 SMA. Hal ini terjadi karena desakan ekonomi yang dialami keluarganya. “Orang tua saya buat ngidupin, ngebiayain sekolah anaknya yang banyak aja udah bingung,” Jelasnya.

Namun dari kesepuluh saudaranya. Dirinyalah yang memiliki pendidikan tertinggi. lainnya hanya bisa duduk di bangku SMP sampai SMA. “Saya setelah daftar SMP SMA masuklah AIP. Saya bismillah aja. Kan ya tau sendiri berapa ribu orang dari seluruh nusantara. Kan sekolah kedinasan itu susah dek.” Ujar pria yang gemar berolahraga tenis meja tersebut.

  Saat masuk ikatan dinas dirinya mengaku pernah bermimpi salat berjamaah dengan salah satu pimpinan nomer 1 negeri. Serta pernah bermimpi mengantar bu Megawati naik kapal. Hingga dirinya bertekad mimpinya saat itu bisa terkabul. “Yang penting jangan kamu tanyakan negara sudah buat apa untuk kamu. Tapi Tanyakanlah apa yang kau kabulkan buat negara ini,”tandasnya.

 Dia juga mengaku bangga bisa bekerja dan secara tidak langsung ikut andil untuk negara. “Mungkin kalau tidak ada perusahaan PT Pelni ini mungkin jalur logistik barang dan jasa di daerah-daerah  tidak jalan. Kita menjalankan program pemerintah, semua alur distribusi barang terlampau terjangkau ke setiap pelosok-pelosok daerah terpencil. Senangnya kami bangga, secara tidak langsung ikut andil dalam pemerataan  pembangunan di pelosok-pelosok terpencil di daerah,”ujarnya. 

 Namun dirinya memiliki harapan besar, meskipun selalu hidup di laut. Jangan sampai terjadi apa-apa dilaut. “Kita jangan sampai mati di laut. Apapun yang terjadi. Mati di darat saja.” Katanya berharap.

 Dan untuk mengatasi kejenuhan, sesekali keluar dari kapal dan jalan-jalan di Kota Jayapura seerti ngopi di daerah jembatan Youtefa atau jalan-jalan di sekitar pelabuhan. Dan untuk Papua berlayar ke Papua Suryadi mengaku sudah sering, sampai ke kabupaten-kabupaten. (*/wen) 

Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like

Hot News