MERAUKE- Pemberian bantuan kapal nelayan selama ini sebagian besar dianggap belum tepat sasaran. Pasalnya, bantuan kapal itu diberikan bukan kepada nelayan, tapi orang tidak memiliki profesi di bidang itu.
“Selama ini pemberian bantuan kapal tidak tepat sasaran. Karena bantuan kapal itu diberikan kepada orang yang tidak punya profesi melayan,” kata Abraham yang diaminkan oleh Elias, saat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Rapemperda) DPRD Kabupaten Merauke, Selasa (7/9).
Karena tidak tepat sasaran, ketika bantuan kapal itu diterima, kata Abraham, maka kapal itu justru dijual, selanjutnya hasilnya dibagi-bagi dengan orang-orang yang ada di dalam kelompok itu. Pada kesempatan tersebut, Abraham meminta pemerintah untuk memproteksi produk lokal dari bidang perikanan.
Ia mencontohkan produk terasi, dimana produk dari luar masih masuk Merauke yang harganya jauh lebih murah. “Kita tidak bisa bersaing terhadap 5 merek terasi yang masuk ke Merauke. Kita tidak tahu mereka menggunakan bahan dan rasanya bagaimana. Tapi, terasi Merauke betul-betul rasa terasi,” jelasnya.
Abraham juga meminta untuk peningkatan SDM di perikanan tersebut dengan ikut studi banding ke daerah-daerah produksi hasil perikanan supaya bisa tahu mengapa terasi yang sampai ke Merauke justru harganya lebih murah. Sementara itu, ibu Hardin yang mengelola bakso ikan mengaku permasalahan yang dialami selama ini menyangkut pemasaran dan masalah kemasan.
“Kalau kemasan menarik, pasti hasil produksi bisa bersaing dengan produk yang ada di luar Merauke,’’ katanya.
Asosiasi Nelayan Merauke Abdul Rahim, mengaku permasalahan yang dialami para nelayan selama ini adalah menyangkut pengurusan surat-surat untuk kapal di atas 10 GT yang sangat lambat dan sangat sulit.
Selain itu, masalah BBM yang seharusnya kapal sudah bisa berangkat melaut, namun harus menunggu lama karena BBM belum tersedia. Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Merauke Sugiyanto, SH, M.Hum menjelaskan bahwa meski Merauke kaya dengan hasil kelautan, namun ada pembagian urusan dan kewenangan.
“Yang besar-besar itu dikelola oleh provinsi dan pusat. Sedangkan kita kabupaten hanya memiliki kewenangan tangkap di aliran sungai, drainase maupun pantai,” jelasnya.
Karena itu lanjut Sugiyanto, pihaknya dari Rapemperda mengkaji apa yang bisa diberikan untuk membantu para nelayan khususnya Orang Asli Papua yang bergerak di bidang perikanan. “Sementara ini kita sedang melakukan kajian terhadap Raperda yang berkaitan dengan perikanan. Kita harapkan lewat kesempatan ini bapak ibu yang kami undang ke sini untuk memberikan masukan-masukan untuk memberi bobot terhadap Raperda ini sehingga Raperda ini benar-benar berpihak kepada nelayan dalam me meningkatkan kesejahteraan nelayan kedepan,’’ tandasnya. (ulo/tri)