MERAUKE-Dana operasional untuk menunjang kegiatan Pusat Kegiatan Belajar Mandiri (PKBM) untuk pendidikan non formal tahun 2021 sampai sekarang tak kunjung dicairkan. “Untuk dana operasional untuk menunjang kegiatan PKBM di Merauke sampai hari ini belum juga cair. Seharusnya, dana operasional yang bersumber dari APBN tersebut sudah mulai dipertanggungjawabkan penggunaannya tapi yang ini belum cair juga,” kata Kepala Sekolah SMAN I Merauke Sergius Womsiwor, SPd, MPd yang saat ini mengelola sekolah inklusif terutama anak-anak yang putus sekolah ditemui, Selasa (31/8).
Dikatakan, mendukung operasional PKBM di Merauke pusat telah memberikan anggaran dengan nama dana pembantu non fisik. “Dia seperti dana BOS. Tapi, kalau untuk nonn formal namanya dana pembantu non fisik,” jelasnya.
Dana inilah yang mendukung operasional PKBM di Merauke. Untuk menggerakkan proses pendidikan non formal ini sampai ke beberapa titik di luar Kota Merauke saat ini, menurut Sergius Womsiwor pihaknya didukung oleh Kapolsek Bupul dalam menyiapkan operasional kendaraan.
“Untung ada Kapolsek Bupul yang terus memback up kami untuk bisa sampai ke Kampung Baad, Distrik Animha misalnya. Cuma pertanyaanya, sampai kapan beliau mampu memback up kami. Pasti beliau punya keterbatasan,” jelasnya.
Selain dana APBN tersebut belum cair, Sergius Womsiwor menyoroti tidak adanya dana pendamping dari kabupaten. Apalagi yang bersumber dari dana Otsus. Padahal, kata dia, anak yang putus sekolah tersebut sebagian besar adalah anak asli Papua yang ada di kampung. “Seharusnya dana Otsus untuk pendidikan itu juga berpihak kepada anak-anak putus sekolah ini. Tidak hanya anak yang ada di pendidikan formal,” terangnya.
Soal alasan dana untuk PKBM di Merauke tersebut belum cair, Sergius Womsiwor menjelaskan bahwa berdasarkan penjelasan dari Kepala Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Merauke saat rapat dengar pendapat di DPRD Merauke baru-baru ini, bahwa dana tersebut belum cair dengan alasan belum ada proses belajar mengajar di PKBM.
“Tapi jangankan di PKBM, di pendidikan formal saja dengan adanya pandemi tidak ada proses belajar mengajar. Tapi, untuk PKBM sebenarnya, proses belajarnya tidak seperti pendidikan formal. Karena dalam aturannya, bahwa dia bisa melaksanakan 1 kali, dua kali, tiga kali dalam seminggu dan itu sudah kita lakukan. Dimana setiap minggu kami turun ke sana,” katanya.
Selain itu, tambah Sergius Womsiwor, seharusnya pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Merauke turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengawasan untuk melihat secara langsung seperti apa proses yang sedang berjalan untuk pendidikan non formal tersebut. (ulo/tri)