
Warna-warni Hari Pertama Tahun Pelajaran Baru
Ada beragam cara yang dilakukan sekolah untuk menyambut siswa baru. Mulai melakukan ruqyah hingga menerapkan program kakak asuh. Tahun ini merupakan tahun pelajaran pertama yang menggunakan sistem zonasi. Mengakui belum sempurna, Mendikbud berjanji melakukan perbaikan.
—
YAYASAN Abi Hasan Tholabi (Yahasbi) kembali menerapkan tradisi. Semua siswa baru di-ruqyah. Para siswa itu tercatat bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan SMP Pondok Pesantren Al-Qur’an Wates (Pesawat) yang ada di Desa Giripeni, Kecamatan Wates, Kulonprogo, Jogjakarta.
Pengasuh sekolah KH Ahmad Suadi mengatakan, ruqyah atau pengobatan hati dilakukan dengan membacakan zikir dan doa. Tujuannya, membersihkan hati siswa. Kegiatan itu rutin dilakukan sejak SMP berdiri pada 2012 disusul MI empat tahun kemudian.
”Tahun ini ada 60 siswa baru SMP dan 25 siswa baru tingkat SD. Sebelum ruqyah, sekolah meminta izin kepada orang tua agar proses pengobatan hati ini lancar,” katanya kemarin (15/7).
Para siswa secara bergiliran menghadap guru yang ditunjuk menjadi pe-ruqyah. Mereka lantas diminta meminum segelas air yang telah diberi doa. ”Pe-ruqyah merupakan guru-guru pilihan kami. Untuk bisa jadi pe-ruqyah, harus hafal Alquran,” jelasnya.
Ahmad berharap kegiatan itu mampu menyembuhkan penyakit hati siswa yang terbawa dari lingkungan rumah. Dengan ikhtiar tersebut, siswa diharapkan lebih mudah menyerap ilmu di sekolah.
”Seolah membuka lembaran baru, menerima pemahaman agama lebih tinggi. Dengan ruqyah, mereka akan gampang menerima ilmu agama maupun ilmu lain. Semoga anak-anak tidak hanya pandai, tetapi juga berkarakter,” ujarnya.
Salah seorang siswa, Muhammad Rizki Awaludin, 13, mengungkapkan bahwa ruqyah bukan pengalaman baru baginya. Saat SD dia pernah mengikuti kegiatan serupa. ”Setelah ruqyah, saya merasanya memang semua menjadi gampang,” ungkapnya.
Di beberapa daerah lain, sejumlah orang tua tampak mengantar anaknya pagi-pagi. Mereka ingin buah hatinya mendapat tempat duduk di depan. Sari, misalnya. Anaknya baru menjadi siswa kelas I SD Negeri VII Cilegon, Banten. Dia berangkat dari rumah pukul 05.30. ”Saya biasa bangun pukul 05.00, tadi pagi pukul 03.30 sudah bangun buat nyiapin anak sekolah,” katanya.
Sari menuturkan bahwa dirinya sampai di sekolah sekitar pukul 05.40. Rumahnya yang berada di Lingkungan Sukamanah, Kelurahan Jombang Wetan, hanya 10 menit jalan kaki untuk sampai sekolah. ”Saya jadi yang pertama datang. Selang 5 menit banyak juga yang datang,” ucapnya.
Sari mengungkapkan alasan datang pagi-pagi. Yaitu, ingin anaknya mendapat bangku di barisan terdepan. Harapannya, sang anak bisa cepat menyerap materi yang diterangkan guru. ”Duduk di depan semoga lebih cepat mengerti,” ujar Sari.
Di sisi lain masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di SDN Gandrung, Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur (Bartim), Kalteng, dimanfaatkan untuk membersihkan dan menata kelas hingga memilih ketua kelas beserta pengurus. Apalagi, lanjut dia, gedung sekolah tidak dihuni dan tidak dibersihkan selama libur hampir dua bulan itu. Para siswa bergotong royong mengangkati bangku ke kelas.
Sementara itu, memantau dimulainya tahun pelajaran baru, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy melakukan kunjungan ke SD Muhammadiyah 5 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selain itu, Muhadjir bertandang ke tiga sekolah di Tangerang, yakni SDN Sukaharja 3, SMAN 13, dan SD Permata Insani Islamic School.
Muhadjir berpesan agar memanfaatkan masa pengenalan lingkungan sekolah dengan sebaik-baiknya. Para siswa senior maupun guru harus bisa membuat siswa baru betah. Merasa nyaman dan senang. Kesan pertama sangat menentukan keadaan anak-anak berikutnya ketika berada di sekolah.
”Kalau ketika datang disambut ramah, diperlakukan dengan baik dengan kakak kelasnya, insya Allah mereka akan kerasan, nyaman, gembira. Dan itu akan berpengaruh terhadap proses belajar mengajar,” urai Muhadjir.
Dia mengapresiasi program kakak-adik asuh SD Muhammadiyah 5. Menurut dia, itu cara yang baik dalam mengajari siswa senior rasa tanggung jawab. Sebagai kakak asuh, mereka diminta membina adik-adik kelasnya mengenal lingkungan dan budaya sekolah. Sementara itu, para siswa baru akan merasa aman. Mereka merasa dilindungi kakak kelas. ”Jangan dinakali. Ini adalah kesempatan yang baik, belajar bertanggung jawab,” katanya.
Muhadjir berpesan tidak boleh ada perpeloncoan. Juga, hindari bullying. Kepada para guru, dia berpesan agar mampu mencermati setiap siswa. Setiap anak mempunyai keistimewaan berbeda. Jangan sampai guru memiliki pandangan negatif terhadap anak didik. Sebab, tak ada anak bodoh. Semuanya cerdas dan pintar.
”Setiap anak pasti punya kehebatan yang terpendam. Tugas guru adalah menggali kehebatan itu dan kemudian digunakan untuk mengantar anak itu meraih cita-cita sesuai kemampuannya,” tegas Muhadjir.
Selama perjalanan menuju empat sekolah tersebut, kondisi jalanan terpantau padat. Namun, ruas jalan protokol tidak lantas macet. Apakah kondisi tersebut merupakan imbas dari sistem zonasi yang diterapkan pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019? Muhadjir mengamini hal tersebut.
”Di daerah perkotaan, melalui pengamatan saya memang demikian. Tidak banyak kendaraan yang membuntu jalan menuju sekolah. Tapi, itu kan salah satu saja imbasnya,” terangnya.
Bapak tiga anak itu mengakui, sistem baru tersebut belum sempurna. Dia tidak menampik masih ada laporan anak yang belum mendapatkan sekolah. Muhadjir berjanji mengurus anak-anak tersebut agar segera mendapat sekolah meski saat ini sudah dimulai masa pengenalan lingkungan.
Dia merangkul pemerintah daerah untuk mendata. Mengupayakan sekolah yang masih kosong agar bisa diisi anak-anak tersebut. ”Masih ada. Tapi, saya jamin semuanya dapat sekolah,” ucapnya yakin.
Muhadjir berjanji memperbaiki sistem baru tersebut. Agar lebih sempurna dan minim keluhan dalam penerapannya.
Masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di SDN Gandrung, Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur (Bartim), Kalteng, dimanfaatkan untuk membersihkan dan menata kelas hingga memilih ketua kelas beserta pengurus. Apalagi, lanjut dia, gedung sekolah tidak dihuni dan tidak dibersihkan selama libur hampir dua bulan itu. Para siswa bergotong royong mengangkati perlengkapan di kelas.(tom/han/gil/c10/ayi/JPG)