Gedung DPRD Merauke Dipalang

By
Pintu  utama  Kantor  DPRD Kabupaten Merauke yang  dipalang dan dipasang sebuah spanduk, Jumat (18/10).  (FOTO : Sulo/Cepos )

Terkait  Tuntutan Kursi  Tambahan dan   Ganti Rugi   Tanah Ulayat 

MERAUKE- Tiga hari menjelang    pelantikan  para anggota  DPRD  Kabupaten Merauke periode  2019-2024, kantor   DPRD Kabupaten Merauke yang ada di jalan   Brawijaya  dipalang  oleh  pemilik hak ulayat  serta  pemasangan  misal oleh   masyarakat  adat, Jumat  (18/10).       

   Pemalangan  dilakukan dengan cara memasang spanduk  di pintu dan janur  kuning di pintu  utama  bagian depan dan  pada pintu ruangan   gedung  persidangan.   Pada spanduk   tersebut tertulis  tanah dan bangunan ini  telah disasi secara adat Marind dan akan ditutup sampai waktu  yang tidak  ditentukan.   

  Pada spanduk itu   juga  tertulis  dasar pemalangan  tersebut  yakni pertama ritual adat  Marind 26 Mei 2019 dengan menanam  sasi adat  atas tanah dan bangunan sebagai simbol  perjuangan atas 14 kursi Otsus.  Kedua, aspirasi masyarakat adat Marind Animha  yang disampaikan oleh    Pemangku adat marind kepada Bupati Merauke 3 Juni 2019 di halaman Kantor bupati  dan ketiga   pernyataan bupati  Merauke pada tanggal 3 Juni 2019 di depan tiang adat yang disaksikan oleh  para pemangku adat dan semua masyarakat  yang hadir bahwa  tidak ada pelantikan anggota DPRD  yang baru di tempat ini sampai ada kejelasan  tentang kursi Otsus. Pernyataan tersebut  sebagian penguatan atas ritual adat Marind Animha yang sudah dilakukan. 

   Wakil Ketua   Bidang Investasi dan Hak Ulayat LMA Kabupaten  Merauke Johan Mahuze   yang juga selaku  fasilitator antara    Lembaga Adat dan   Pemerintah  ditemui media ini   di Kantor DPRD Kabupaten Merauke mengungkapkan  bahwa  ada 2  kegiatan yang  dilakukan  di kantor  DPRD tersebut    pertama pemalangan   kantor bupati   oleh  pemilik hak ulayat   untuk  tuntutan  ganti rugi   tanah dan pemasangan misal  oleh lembaga adat terkait   perjuangan   kursi  DPRD Merauke  lewat jalur adat. 

  ‘’Kalau tanggal  26  Mei itu sudah dilakukan sasi  sekarang   pasang missal,   dimana disitu ada  sagu, pisang,  air, wati. Semua itu kami punya kehidupan   yang harus kami hargai. Itu hanya kembali  kami pasang   untuk mengingatkan  kembali kepada pemerintah  bagaimana   kami punya tuntutan kemarin,’’ jelasnya.     

  Johan Mahuze  menjelaskan soal tuntutan   ganti rugi  hak ulayat  dirinya  mendapat informasi bahwa  pihak pemerintah akan menyanggupi  sebagai ucapan  terima kasih. ‘’Pasti  pemilik hak ulayat dengan rela akan membuka itu. karena dia    yang pasang,’’ katanya.

   Sementara  tuntutan  kursi tambahan  lanjut Johan Mahuze bukan kepada bupati   tapi kepada Presiden.      ‘’Kami  Cuma kesal karena tuntutan itu sudah dari tanggal  3 Juni  2019. Kalau pemerintah sudah menyurat dari bulan Juni   kan  sudah harus ada jawaban dari  Presiden. Saya lihat ini  ada  yang tidak rasional.  Kalau pemerintah  sudah buat surat tanggal 10, mestinya surat itu sudah diterima      Dewan. Tapi saat  kami audiens dengan Dewan, DPRD saja tidak terima surat,’’ jelasnya.    

     Bupati Merauke  tambah dia sebenarnya sudah  memperjuangkan itu dengan membuat  surat  permohonan kepada Presiden. Hanya saja, jawaban terhadap surat  tersebut yang belum ada.  ‘’Tapi   oleh dewan yang  aklan dilantik   ini menyampaikan bahwa setelah pelantikan  mereka akan membentuk Panitia Khusus  (Pansus) untuk memperjuangkan kursi  tambahan  ini. Mudah-mudahan  itu dapat mereka laksanakan setelah pelantikan nanti,’’ tambahnya. (ulo/tri)  

Tinggalkan Balasan

You may also like

Hot News

%d blogger menyukai ini: