
JAYAPURA-Wali Kota Jayapura Dr. Benhur Tomi Mano, MM.,memastikan bahwa ikan laut yang ada di Kota Jayapura bisa dikonsumsi dan tidak mengandung tumpahan limbah nikel dari perairan laut negara Papua New Guinea (PNG).
Hal ini telah dilakukan penelitian sampel dengan mengambil ikan laut di perairan Kota Jayapura oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Jayapura dan Dinas Perikanan Kelautan Kota Jayapura.
Dari sampel yang diteliti menurut Wali Kota Benhur Tomi Mano, tidak ada yang terkontaminasi limbah nuklir di PNG.
“DLHK dan Dinas Perikanan Kelautan Kota Jayapura telah turun di lapangan untuk mengambil sampel ikan dan lainnya untuk dites. Apakah mengandung limbah nikel atau tidak. Tampaknya berdasarkan uji sampel tidak mengandung dan ikan laut layak dikonsumsi,”jelasnya, Selasa (19/11) kemarin.
Dengan adanya uji sampel ini diharapkan, masyarakat jangan panik dan khawatir. Apalagi takut mengonsumsi ikan laut. Sebab dipastikan kejadian di PNG, telah terjadi pada bulan Agustus, sehingga dalam penanganannya juga telah dilakukan dengan maksimal.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perikanan Kelautan Provinsi Papua, F.X Mote mengungkapkan bahwa dari kejadian tumpahnya 2.000 liter mercuri di perairan laut Provinsi Madang, PNG, pihaknya tengah berkoordinasi dengan pihak terkait. Guna memastikan kondisi terakhir pasca kejadian Agustus lalu. Namun hingga kini, pihaknya belum mendapatkan hal menonjol yang berkaitan dengan kejadian tumpahnya mercuri tersebut.
“Itu kejadian bulan Agustus lalu dan akibat kejadian ini dampak perairan WPP (Wilayah Perairan Perikanan) 717 belum terlihat ada pengaruh seperti ikan mati dalam jumlah besar dan mendadak,” kata Mote saat ditemui di Fave Hotel, Selasa (19/11).
Dikatakan, pihaknya tetap mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu panik dan tetap mengonsumsi ikan. Ia menyatakan bahwa lokasi kejadian yakni Provinsi Madang jika ditarik lokasinya ke perairan 717 yang menjadi titik penangkapan ikan di perairan Indonesia jaraknya masih jauh.
Yang perlu dilihat kata Mote adalah arus perairan laut saat kejadian atau di bulan Agustus lebih cenderung ke arah utara dan bukan ke selatan yang merupakan wilayah Indonesia. “Jika ke utara artinya kami melihat arahnya justru ke New Zealand maupun ke Pasific. Selain itu sejak Agustus hingga kini kami tidak lihat ada jumlah ikan yang mati mendadak dalam jumlah besar,” imbuhnya.
Mote kembali meminta masyarakat tak perlu panik mengingat pemerintah belum mendapati tanda-tanda dampak dari tumpahan mercuri tersebut. “Jadi lokasinya bukan di Vanimo tetapi di Madang dan itu jauh sekali jadi saya pikir tidak perlu terlalu panik karena indikasi berdampak pada perairan di Indonesia khususnya Papua belum terlihat,” kata mote. Upaya Dinas Perikanan Kelautan adalah melakukan pengambilan sample air bekerja sama dengan BPOM atau Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup untuk memastikan update terakhir.
Disinggung soal apakah ada nelayan Papua yang melakukan transaksi jual beli ikan di daerah perbatasan RI-PNG, menurut Mote hal tersebut belum pernah ditemukan apalagi kebanyakan masyarakat di Vanimo bekerja bukan sebagai nelayan.
“Secara kasat mata kami lihat laut Papua aman-aman saja dan kami harap setelah berkoordinasi dengan BPOM, Dinas Lingkungan Hidup termasuk Pol Air masyarakat bisa lebih tenang dan tidak perlu terlalu panik,” pungkasnya.
Hal senada disampaikan Universitas Cenderawasih (Uncen) melalui Jurusan kelautan dan Perikanan yang memprediksi tumpahan mercuri di Provinsi Madang, PNG memiliki kemungkinan kecil berdampak bagi perairan di Kota Jayapura dan sekitarnya.
Dosen Jurusan Kelautan dan Perikanan, Uncen Jayapura, Efray Wanimbo S.Si., M.Si yang fokus menangani biota dan ekosistim laut menyebutkan, beredarnya gambar biota laut seperti ikan yang mati di media sosial yang dikaitkan dengan adanya tumpahan limbah mercuri di Provinsi Madang PNG, masih diragukan kebenarannya. Sebab menurutnya, hewan yang terkontaminasi mercuri tidak langsung mati, tetapi melalui proses.
“Bila merkuri berikatan dengan klor yang ada dalam laut, akan membentuk ikatan HgCl (merkuri anorganik). Dalam bentuk tersebut, Hg mudah masuk dalam plakton dan berpindah pada biota lainnya. Awalnya HgCl berbentuk anorganik tetapi setelah diubah oleh mikroorganisme akan menjadi merkuri organik (metil merkuri). Merkuri organik diserap oleh plankton di perairan. Plankton dimakan oleh ikan kecil, ikan kecil dimakan oleh ikan sedang, lalu ikan sedang dimakan oleh ikan besar (predator) hingga akhirnya terakumulasi pada manusia. Hal ini terjadi melalu rantai makanan dan disebut biomaknifikasi,” jelasnya.
“Hewan tidak mati apabila terkontaminasi, Awalnya hewan akan mengalami stres seperti kita memakan merica berlebihan sehingga kita merasa pusing. Stres ini mengakibatkan perubahan tingkah laku pada ikan, yang tadinya maju bisa saja dia mundur atau berbalik badan. Kemudian ikan pucat sampai ujungnya. Jadi ikan tidak mati langsung,” sambungnya. Efraim mengatakan logam itu memiliki beberapa jenis. Dalam perjalanan dengan jarak 600-700 Kilometer dari Provinsi Madang di PNG, dipastikan logam tersebut terakumulasi atau terendam pada sedimen. “Untuk itu, saya tekankan kecil kemungkinan mereka sampai ke sini,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Jurusan Kelautan dan Perikanan Universitas Cenderawasih, John Domunggus Kalor, S.Si., M.Sc/ M.I.N.C mengatakan bahwa arus air laut dengan jarak yang jauh, kemungkinan kecil tidak bisa menginfeksi ikan. “Jaraknya itu 600-700 Km maka terlalu jauh. Jadi kejadian di sana (Madang, red) untuk sampai ke Jayapura sangat sulit sekali. Kemungkinan akan mengendap,” jelasnya.
Ditambahkan, jika terkontaminasi dalam tubuh ikan, maka jenis ikan yang bisa sampai ke Jayapura hanya ikan-ikan pelagis besar yang pemilik imigrasi luas. Sementara ikan-ikan karang kecil menurutnya tidak mungkin bermigrasi sampai dengan seluas 600 sampai 700 Km. Menurut Domunggus kemungkinan limbah logam dari Madang terbawa ke perairan Jayapura sangat kecil.
“Untuk ikan ikan pelagis besar, mereka tidak terlalu dekat dengan pesisir. Mereka agak di tengah, 2 sampai 3 Km seperti ekor kuning dan cakalng. Jadi untuk sampai di Papua atau Kota Jayapura dan Sarmi, kemungkinannya kecil,” tambahnya.
Terkait hal ini, Domunggus menyebutkan ikan di perairan Jayapura hingga Sarmi atau di Pantai Utara Papua, masih aman dikonsumsi. (dil/ade/oel/nat)