Mengapresiasi Sikap Tegas dan Tindakan Cepat Panglima TNI
JAKARTA- Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan pihaknya dan LBH seluruh Indonesia menyatakan sikap bahwa tindakan dua oknum anggota TNI AU di Merauke terhadap penyandang disabilitas bernama Steven Yadomahang sangat tidak manusiawi. “Tindakan itu mengiringi rangkaian kekerasan yang terus terjadi dan dilakukan oleh aparat TNI/POLRI di Papua – Papua Barat,” ujarnya.

Asfin menilai kasus kekerasan di Merauke menunjukkan adanya rasisme yang telah lama menimpa orang Papua. Dari peristiwa tersebut juga dapat dilihat bahwa perlakuan aparat terhadap orang Papua cenderung lebih keras daripada orang dari daerah lain. “Misalnya demonstrasi, di daerah lain hanya dibubarkan atau mendapat kekerasan, jika terjadi di Papua dikriminalkan sebagai makar. Bahkan untuk aksi damai sekalipun,” ujarnya.
Menurut Asfin, kekerasan-kekerasan dengan rasisme di Papua terus terjadi karena tidak adanya penegakan hukum yang memadai. Khususnya kasus kekerasan yang dilakukan militer. Asfin menyebut Peradilan Militer saat ini menjadi sarana impunitas. “Adanya perwira penyerah perkara, oditur militer, hakim militer dan pengaturan pengadilan yang tertutup, merupakan beberapa hal yang mengganggu imparsialitas dan independensi peradilan militer,” jelasnya.
Asfin menambahkan, Peradilan Militer sebagaimana diatur dalam UU 31/1997 merupakan produk Orde Baru (Orba) yang lahir dalam kondisi negara yang tidak demokratis atau dalam rezim otoritarian. UU 34/2004 tentang TNI, kata dia, sebenarnya membawa semangat reformasi TNI sebagaimana juga terdapat dalam TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 3 Ayat (4) huruf a TAP MPR VII/MPR/2000 dan Pasal 65 (2) UU TNI itu sudah memandatkan ‘Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang’. “Sayangnya hingga saat ini pemerintah dan DPR tidak kunjung mengubah UU Peradilan Militer agar sesuai dengan semangat reformasi TNI,” imbuhnya.
Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) juga menyoroti kekerasan dan pelecehan oleh oknum TNI terhadap pemuda di Papua. Perbuatan tersebut menurut PGI merupakan pelecehan martabat kemanusiaan, apalagi pemuda tersebut penyandang disabilitas.
Pernyataan dari PGI itu disampaikan Humas PGI Philip Situmorang. Menurut dia perlakuan tindak kekerasan tersebut sangat melukai rasa kemanusiaan. Sehingga wajar tindakan tersebut kemudian menuai kecaman dari masyarakat luas. Kekerasan seperti itu seharusnya tidak terjadi. ’’Apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti ini, dibutuhkan solidaritas seluruh anak bangsa,’’ katanya.
Atas kejadian tersebut, Philip mengatakan PGI menyampaikan beberapa hal. ’’Mengapresiasi sikap tegas dan tindakan cepat Panglima TNI melalui KSAU dan jajarannya menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Papua,’’ katanya kemarin. Khususnya kepada keluarga korban serta berkomitmen memproses hukum kedua pelaku dengan hukuman berat.
Selain itu, PGI meminta Panglima TNI untuk melakukan tata ulang terhadap tata kelola kebijakan keamanan di Papua dengan mengutamakan pendekatan kemanusiaan. Kemudian lebih mengutamakan pendekatan kultural dan humanis sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan pada hak asasi manusia.
PGI juga meminta kepada semua pihak untuk menjaga suasana ketenangan dan kedamaian di Papua. Khususnya di wilayah Merauke. Apalagi saat ini Merauke sedang bekerja keras mengatasi persoalan pandemi Covid-19 dan sudah berada di PPKM Level 4.
Ketua DPR RI Puan Maharani meminta aparat menghindari tindak kekerasan terhadap masyarakat, terlebih dalam kondisi sulit karena pandemi sekarang ini. Hal itu penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap upaya penanggulangan Covid-19 yang sedang dilakukan pemerintah.
Menurut dia, kekerasan saat penegakan PPKM saja tidak boleh terjadi, apalagi kekerasan oleh aparat negara terhadap masyarakat yang itu tidak berkaitan dengan tugas-tugasnya dan prioritas penanganan pandemi. “Jelas hal tersebut sama sekali tidak bisa dibenarkan,” kata Puan.
Mantan Menko PMK itu mengatakan, kekerasan aparat terhadap masyarakat, seperti yang terjadi di Kabupaten Merauke, Papua seharusnya tidak perlu terjadi dengan alasan apapun. Di tengah Merauke yang sedang melaksanakan PPKM Level 4, aparat negara harusnya berupaya mendapat dukungan masyarakat agar pengawasan kebijakan pemerintah itu bisa efektif dilakukan. Bukan malah melakukan kekerasan di luar tugas-tugasnya.
Namun, Puan mengapresiasi langkah TNI AU yang cepat merespons insiden itu dengan permintaan maaf secara publik dan menindak dua oknum aparatnya. Menurut dia, dalam situasi yang sedang sulit seperti sekarang, sekecil apa pun tindakan yang kontraproduktif terhadap kebijakan pemerintah, dan berpotensi merusak kepercayaan rakyat, harus benar-benar dihindari.
“Tanpa situasi ini pun, kekerasan oleh aparat terhadap masyarakat sipil yang tidak membahayakan keamanan negara sama sekali tidak boleh dibenarkan,” tegas Puan . Dia mengatakan, aparat sebagai ujung tombak pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum seharusnya mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis kepada masyarakat. Terlebih dalam kondisi masyarakat yang sedang sulit karena pandemi.
Dia menegaskan, jangan ada lagi yang mengulangi hidup dalam suasana represif ketika aparat justru menjadi sosok menakutkan bagi rakyat. “Rakyat seharusnya dijaga, dilindungi dan diayomi,” ujar Puan.
Puan menambahkan, stabilitas di Papua juga harus menjadi prioritas bagi setiap aparat yang bertugas di sana. Dengan banyak pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan di Papua, jangan lagi ditambah dengan insiden-insiden yang tidak diperlukan seperti di Merauke.
Aparat harus selalu berada di hati rakyat Papua dan seluruh rakyat Indonesia. “Kita semua harus fokus pada penanganan pandemi Covid-19, menjaga stabilitas negara dan juga kepercayaan rakyat kepada negara dan aparat-aparatnya. Arahkan energi bangsa ini ke sana,” tegas alumnus FISIP Universitas Indonesia (UI) itu. (lum/syn/tyo/wan/JPG)