Frits Ramandey (FOTO: Elfira/Cepos)
JAYAPURA – Hingga kini, Komnas HAM Papua mengaku belum mendapatkan informasi terkait dengan Egianus Kogoya yang menjadikan anak anak dan perempuan sebagai tameng.
“Kalau bagian itu kami belum mendapat informasi, tetapi kita berpegang pada pernyataan Egianus yang menyampaikan bahwa selain tuntutan dia untuk merdeka, dia menjunjung hukum Internasional dan menjunjung HAM sebagaimana memperlakukan pilot yang disanderanya dengan baik,” kata Kepala Komnas HAM Frits Ramandey kepada Cenderawasih Pos, Jumat (24/2).
Menurut Frits, pasca penyanderaan Pilot Susi Air. Warga Sipil di Distrik Paro dan sekitarnya sudah menyelamatkan diri dengan mengunsi. Adapun yang berada di sekitar sandera saat ini adalah kelompok sipil bersenjata (KSB) yang memegang senjata.
“Saya tidak terlalu yakin kalau warga sipil dijadikan tameng. Yang ada hanyalah, Egianus Kogoya dan pasukannya telah menggerakkan seluruh simpatisannya untuk menjaga sandera,” tegas Frits.
Lanjut Frits, sebagaimana yang disandera adalah warga negara asin. Sudah tentu Egianus dan simpatisannya sangat berhati hati tentang kemungkinan pelibatan pihak asing dalam upaya pembebasan, hal ini berangkat dari situasi sebelumnya tahun 1996.
Terkait dengan pembebasan Pilot Susi Air yang disandera, Frits menyampaikan jika TNI-Polri berkomitmen mengedepankan pendekatan kemanusiaan. Tidak menggerakan pasukan untuk melakukan operasi pembebasan, hal ini mempertimbangkan efek situasi HAM yang lebih luas.
“Pasca penyanderaan Pilot tersebut, empat kampung di Distrik Paro ditinggalkan penghuninya yakni Animarem, Lombrik, Paro dan Loaraba. Dari keterangan warga Paro yang saya temui di Mimika, anak anak, perempuan dan orang tua 90 persen sudah keluar dari wilayah tersebut,” terangnya.
Sehingga itu, terhadap pengungsi dari kampung kampung terdekat diharapkan Pemda setempat dapat memberikan perhatian kepada mereka. (fia/wen)