Kurang Perhatian Keluarga dan Dampak Tehnologi Beri Pengaruh Besar

By

Kepala Unit PPA dan Humas Pegadilan Negeri Soal Kasus Perlindungan Anak 

Di masa pandemi Covid-19  ini, ternyata kasus  perlindungan anak,  baik  itu persetubuhan maupun pencabulan terhadap anak di bawah umur justru meningkat. 

Laporan: Yulius Sulo, Merauke 

Tingginya angka kasus perlindungan anak  di tengah pandemi Covid-19   ini menurut  Kepala Unit   Perlindungan Perempuan dan Anak Reskrim Polres Merauke Bripka  Alfiyah Lakuy,  karena anak selama masa pandemi tidak ke sekolah  tapi berada di rumah. Sementara  kedua orang tua  harus bekerja.  

   “Kalau dilihat, saat masa pandemi Covid-19   ini kasus justru meningkat. Mungkin karena kurang pengawasan dari orang tua, kemudian dari pelaku  terpengaruh dengan media sosial dalam hal ini  handphone.  Karena dengan handphone android saat ini semua tersedia di dalamnya. Film-film  orang dewasa,’ kata Alfiyah Lakuy.  

   Namun lanjut dia,  kasus kekerasan terhadap anak ini juga  karena pengaruh minuman keras.  Dikatakan, pelaku  perlindungan anak ini rata-rata  orang terdekat dengan korban. Baik   itu  tetangga, keluarga, maupun  masih ada hubungan keluarga jauh. “Ada beberapa kasus  itu dilakukan oleh bapak tiri maupun ayah kandung sendiri,” jelasnya.

   Soal upaya yang dilakukan selama ini, menurut Alfiyah  Lakyu bahwa  pihaknya mengadakan  sosialisasi sambil berbagi kasih sekaligus sosialiassi kepada orang tua dan anak untuk lebih berhati-hati terhadap kekerasan seksual terhadap anak.

   “Kami juga sering merilis kasus-kasus ini agar masyarakat lebih paham lagi,  sehingga  bisa mencegahnya secara dini. Karena ancaman  hukumannya sangat tinggi,” jelasnya. 

   Dari sisi  pendidikan, diakuinya selama  ini rata-rata pelakunya tidak tamat SMP maupun SMA. “Juga dari latar belakang pendidikan, soal pengetahuan. Kurang  memahami kalau  melakukan seperti itu meski suka sama suka tetap mendapat hukuman yang berat,” terangnya.  

   Secara terpisah Humas Pengadilan Negeri Merauke Rizky Yanuar, SH, M mengungkapkan bahwa untuk Pengadilan Negeri Merauke  kasus perlindungan anak menempati urutan pertama dari sisi jumlah kasus. “Jadi  cukup tinggi, karena berada di urutan pertama,” jelasnya.  

   Namun secara umum, permasalahan perlindungan  anak   ini cukup mengkhawatirkan.  “Kita  menyayangkan  juga terkait dengan tingginya  permasalahan anak ini,” katanya. 

   Soal hukuman yang diberikan selama  ini, menurut Rizky bahwa  maksud dari hukum itu tidak hanya memberi efek jera tapi juga mengedukasi  masyarakat.  “Mudah-mudahan dengan adanya penegakan hukum  bisa menjadi  pelajaran kepada masyarakat agar tidak ada lagi kejadian seperti itu,” jelasnya.

    Dikatakan, kasus perlindungan anak itu terjadi  karena kurangnya perhatian dari orang tua atau keluarga. Misalnya, anak-anak  dibiarkan  hidup bebas. Apalagi sekarang ini dengan maraknya tehnologi,  IT dan sebagainya. Kurang pantauan, dapat dari teman, dapat dari media sosial dan  mudahnya janjian untuk ketemu sehingga terjadi. 

   Dalam kasus lainnya, kata dia  justru orang terdekat sendiri sebagai pelakunya seperti paman,  ayah kandung maupun bapak tiri. Tapi  juga tetangga saat anak ditinggalkan orang tua kemudian  tetangga memanggil dan memberikan bujuk rayu dengan memberikan sesuatu  kepada anak.  Namun   yang  perlu ditanamkan juuga kepada anak, kata  Rizky adalah  nilai-nalai agama. 

    “Keluarga perlu menanamkan nilai agama kepada anak-anak. Kalau orang pemahaman agamanya sudah bagus, maka cara berinteraksi dengan orang misalnya  dengan lawan jenis bisa terjaga dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Lalu kontrol dari keluarga, misalnya dari orang tua  memberikan perhatian  terhadap anak. Misalnya  tanya bagaimana kesehariannya apakah ada masalah. Kalau ada masalah untuk disampaikan. Jadi anak merasa ada perhatian dari orang tua,” terangnya.  (*/tri)

Leave a Comment

Your email address will not be published.

You may also like

Hot News