JAYAPURA – Kontingen tuan rumah Papua menorehkan prestasi yang membanggakan dengan meraih medali perunggu di cabor Bulutangkis. Dalam babak semifinal yang digelar Jumat (8/10) lalu Papua dikandaskan DKI 1-2.
Manager Badminton Papua Max M.E Olua S.Sos M.SI saat ditemui Sabtu, (9/10) di Gor Waringin mengatakan bahwa tim Bulutangkis Papua bisa mendapatkan medali perunggu adalah sesuatu yang prestisius dan luar biasa.
“Semua insan Bulutangkis seluruh nusantara angkat jempol atas prestasi Papua hari ini. Karena kita tahu Bulutangkis Indonesia ini Sudah menjadi domainnya pulau jawa. DKI, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah. Tidak bisa keluar. Mau dibikin di belahan nsantara manapun mereka tetap pasti ada di 4 besar, “ujarnya.
Dirinya menjelaskan bahwa pertandingan melawan tim Bulutangkis dari jawa-bali sangatlah sulit. Salah satu sebab diantaranya, Bulutangkis di Papua merupakan olahraga yang dinomorduakan. Berbeda dengan sepakbola, futsal, voly, dan olahraga lainnya.
“Jangankan kita melawan jakarta, pulau di jawa. Lawan sulawesi saja kami tidak bisa. Di pengurus, saya sendiri orang Papua di Bulutangkis. Yang kulit hitam keriting rambut. Semua non Papua. Ini mencerminkan begitu langkanya Bulutangkis di Papua, ” ujarnya.
Dirinya mengungkapkan bahwa semenjak 2017-2018 saat pencanangan PON pemilihan atlet yang berlaga harus memiliki 1 kriteria dari 2 pilihan antara orang asli Papua, atau orang yang lahir dan besar di Papua. “2 yang saya sampaikan dalam merekrut alet orientasikan pertama kepada OAP orang asli papua, keriting hitam. Namun tim pencari bakat Pemprov tidak ada orang papua. Kedua kita cari Labepa Lahir besar Papua. Yaitu Manado, Jawa, atau makasar, Sulawesi, atau Sumatra, tapi tali pusarnya lahir di Papua. Maka dapat atlet itu,”ujarnya.
Dirinya menegaskan bahwa kontingen Papua dalam meraih prestasi tidak disebabkan karena beli pemain. Namun murni dari kemampuan atlet yang lahir dan besar di Papua. “Sehingga kita berprestasi mendapat perunggu kita tidak belanja mencari pemain jadi yang berlabel nasional, yang punya nama besar, kami tidak mau mencari pemain yang instan. Kami berjalan dengan produk asli kami sendiri. Kami ingin memberdayakan sumberdaya manusia kita, atlet-atlet kita, yang lahir dan besar di Papua. Semua yang laki-laki maupun perempuan. Putra maupun putri semua masuk dalam kategori Labepa.” Tegasnya.
Dirinya juga mengaku bahwa rekan kerjanya pernah berfikir untuk mencari pemain yang sudah jadi dari pelatnas di DKI untuk menghadapi tim dari pulau Jawa yang sangat berat. Namun Max mengambil keputusan untuk tetap memilih pemain lokal.
“Kami ingin jadi tuan dan nyonya diatas rumah kami sendiri saat PON berlangsung. Masak PON dirumah kita, kita ambil orang lain..?? Berarti membunuh pembinaan. Panggung ini milik orang Papua dan anak yang lahir besar di Papua. Maka mereka dikasih untuk mereka menikmati pertandingan ini. Mereka berpesta pora bersenang-senang diatas panggung PON ini, “katanya lagi.
Dirinya memilih Rionny Mainaky yang juga pelatih timnas Indonesia cabor Badminton, untuk menjadi pelatih dari kontingen Papua. Hanya dengan waktu yang singkat. Karena 6 bulan bukan waktu yang normal untuk berlatih Bulutangkis, dan seharusnya perlu jangka waktu yang panjang. “6 bulan dengan produk lokal kami coba melatih, kami datangkan pelatih nasional sehingga dimaksimalkan.
Harusnya minimal latihan untuk Bulutangkis itu 2 tahun.” Ujarnya.
Sebelumnya, pihaknya menargetkan dapat menyabet 2 medali. Dengan mengandalkan Ester Nurumi Tri Wardoyo, dan Chico Aura Dwi Wardoyo. Kakak beradik yang memiliki kemampuan di bidangnya. Namun sebelum PON dimulai, tepat bersamaan dengan pertandingan piala Thomas dan Uber Cup, sehingga pihaknya memilih melepaskan keduanya untuk bertanding di kejuaraan Internasional tersebut.
“Saat itu kami berada dalam situasi yang sangat dilematis. Antara kepentingan daerah dan kepentingan negara. Maka pada saat itu kami bicara bahwa kepentingan negara diminta atas nama merah putih maka kami harus lepaskan. Maka kami mengorbankan target kita.” Ujarnya.
Dengan adanya hal tersebut dirinya terus mensupport atlet pengganti yang akan bertanding, agar dapat membuktikan bahwa tim Badminton anak-anak asli Papua bisa tampil luar biasa. Sehingga bisa memberikan getaran positif. “Saya percaya pada kita punya. Percaya pada tuhan, percaya pada diri sendiri, dan percaya sebagai tuan rumah. Maka bisa dapat perunggu,” Tandasnya.
Dirinya berharap dengan prestasi yang saat ini dapat diraih bisa merubah masa depan bulu tangkis di Papua. “ke depan setelah PON, cabang olahraga Bulutangkis saya harap bisa hidup berkembang, sama dengan olahraga-olahraga lain di Papua.
Wakil Walikota Rustan Saru mewakili pemerintah kota menyampaikan selamat kepada Kontingen Papua. “sangat bangga dan bersyukur karena di semi final Bulutangkis beregu putri mendapatkan juara ketiga. ini sangat membanggakan atlet Papua ini bisa berprestasi. Ini menjadi langkah awal yang sangat positif untuk membangkitkan semangat generasi muda kita ke depan untuk selalu berlatih lagi.” ujarnya.
Sebab prestasi yang diraih tidak hanya berhenti di PON saja. PON hanya satu langkah sebagai loncatan menuju ke jenjang lebih tinggi. “saya kira dengan prestasi ini memberikan dorongan motivasi kepada generasi muda kita agar kedepan terus berlatih lagi untuk mencapai prestasi lebih tinggi lagi. bukan hanya tingkat nasional tapi Olimpiade, sea games.” Ujarnya.
Menurutnya pemerintah perlu memberikan support, seperti tempat agar mereka bisa berlatih, dan fasilitas yang mumpuni. “Ini berguna untuk membantu mereka memberikan semangat agar bisa tetap aktif dalam olahraga,”tutupnya.
Sekadar diketahui dalam babak semifinal Papua dihentikan DKI Jakarta 1-2 Di tunggal pertama Asti Dwi Widyaningrum kalah dari Ruseli Hartawan 23-25 dan 18-21. Di partai kedua Gabriella Meilani Moningka berhasil menyamakan kedudukan 1-1 setelah mengkandaskan Aurum Oktavia Winata 21-14 dan 21-1. Namun di pertandingan ketiga Papua harus mengakui ketangguhan DKI Jakarta.
(cr – 265/wen)