Terbang Bersama Pilot Papua Yosias Andi Arwam Lulusan Terbaik Diangkatannya (Bagian-1)
Captain Pilot Yosias Andi Arwam merupakan salah seorang putri asli Papua, yang bertugas di tanah kelahirannya Papua. Bagaimana Captain Pilot Yosias Andi Arwam menjalankan tugasnya ?
Laporan: Elfira, Jayapura
SUHU di Bandara Sentani Sabtu (13/11) pagi, berkisar 27 derajat celcius.
Di ujung lapangan bandara, terlihat seorang pilot asal Papua bernama Yosias Andi Arwam. Dia meru[akan captain pilot pesawat Caravan C-208 EX PT Alda Trans Papua yang melayani penerbangan di wilayah terpencil di Papua.
Sebelum pesawat diterbangkan, captain lulusan Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang (BP3) Banyuwangi tahun 2016 silam itu terlihat memeriksa pesawat yang hendak ia terbangkan menuju Bandara Mulia, Kabupaten Puncak Jaya.
Dalam penerbangan kali ini, pilot berusia 27 tahun yang membawa bahan makanan dari Bandara Sentani menuju Bandara Mulia Puncak Jaya. Dia mengajak Cenderawasih Pos untuk mengikuti penerbangannya ke Mulia.
Pukul 07:30 WIT, pesawat Caravan C-208 EX produksi Wichita, Kansas itu meninggalkan Bandara Sentani diiringi doa sebagai penyelamat selama perjalanan di udara.
“Cuaca di Bandara Mulia dilaporkan bagus, Mbak,” ucap Yosias yang suaranya memecah kebisingan dalam pesawat yang hanya ada dua kepala manusia. Ini pertama kalinya tim Cenderawasih Pos mengikuti perjalanan pilot asal Papua ini.
Awalnya ketinggian pesawat berada di 4.600 feet atau kaki dari permukaan laut. Seiring perjalanan naik menjadi 10 ribu feet di atas permukaan laut.
Menurut Captain yang juga aktif di relawan literasi ini, jika dalam kondisi pesawat mendaki rata-rata kecepatannya 120 knots. Sementara dalam posisi datar kecepatannya 140 knots tergantung kondisi angin. “Ketinggian kita dalam menerbangkan pesawat sudah ditentuin,” terang pemuda kelahiran Biak ini.
Penerbangan Jayapura-Puncak Jaya saat itu ditempuh dengan waktu 1 jam 05 menit dengan suhu di udara 10 derajat Celsius. Cuaca di sepanjang perjalanan sedikit berkabut dan sesekali melewati awan yang membuat pesawat goyang.
Pesawat tiba di Bandara Mulia pukul 08.40 WIT, usai menurunkan bahan makanan. Yosias menerbangkan kembali pesawatnya meninggalkan Bandara Mulia sekira pukul 09.05 WIT dan tiba Bandara Sentani pukul 10.10 WIT.
Enam tahun sudah Yosias menjadi pilot, pasca lulus dari BP3 Banyuwangi Angkatan 4 yang merupakan program dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhono melalui Unit Percepatan Papua dan Papua Barat kala itu.
Dari 11 orang diangkatannya, Yosias masuk dalam peringkat kedua saat pengumuman kelulusan. Ia juga pernah menjadi instruktur penerbang di Bayuwangi selama setahun sebelum memutuskan kembali ke Papua dan menjadi pilot.
“Setahun sebalum memutuskan balik ke Papua, saya ngajar simulator dan terbang kepada siswa baru. Mengejar tentang penerbangan,” kenang pemuda dengan tinggi badan 172 cm ini.
Kini, Yosias menjadi pilot di Papua. Hampir sebagian kabupaten di Papua pernah ia kunjungi. Ia mengaku bangga bisa terbang dan melayani masyarakat Papua, tempat dimana ia lahir dan dibesarkan.
Selama menjadi pilot dan menerbangkan pesawat, anak pensiunan pegawai Garuda ini mengaku tidak pernah mengalami ancaman dari masyarakat atau kelompok manapun.
Alih-alih mendapatkan ancaman, ia justru diberi singkong atau keladi dari warga tempat di mana pesawatnya mendarat.
“Saya sering mendapatkan singkong, keladi dan kopi dari warga setempat kalau lagi mendarat. Biasanya itu di distrik-distrik yang ada di Pegunungan Bintang. Bahkan kadang masyarakat yang membantu kita angkat barang dari pesawat,” ucapnya.
Pemuda asal Pulau Karang Biak ini begitu mengagumi masyarakat Papua yang begitu tulus. Soal misi pelayanan, orang Papua begitu menjaga dan melindungi siapapun itu.
“Jika kita melayani mereka dengan baik, hal serupa juga akan dilakukan kepada kita. Mereka tahu kedatangan saya di daerah tersebut untuk membawa bahan makanan. Selama kita tidak aneh-aneh sama mereka. Mereka pasti menjaga kita,” ungkapnya.
Terlepas dari medan dan cuaca, diakuinya tak ada kendala menjadi pilot di Papua. Sikap ramah masyarakat setempat sebagai penyemangat bagi Yosias untuk terus melayani di Papua. Selain itu, dorongan dan doa dari kedua orang tua dan isteri yang terus menyertainya.
Tak dipungkiri, banyak kasus kecelakaan pesawat di Papua. Entah itu karena faktor cuaca atau faktor manusia dibanyak kasus seringkali pesawat ditembak. Untuk hal ini, setiap kali keluar rumah, Yosias berdoa terlebih dahulu serta izin kedua orang tua dan isterinya. Bahkan sebelum berangkat, pesawat diperiksa terlebih dahulu.
“Was-was setiap kali mau terbang itu pasti, karena kondisi keamanan, cuaca dan medan di Papua. Cuman kita kerja dengan hati yang ikhlas, berpedoman pada SOP yang ada saya rasa itu bakal baik baik saja,” katanya penuh yakin.