Peneliti Senior Balai Arkeolog Papua Hari Suroto, Tentang Situs Megalitik Tutari
Pelaksanaan PON XX Papua dan Peparnas XVI menjadi pelajaran berharga bagi pengembangan dunia wisata dan budaya, bahwa perlu dikelola, dikemas dengan baik. Seperti halnay situs Megalitik Tutari di Doyo Lama “tak dilirik” oleh para pelancong, mereka malah memilih bukit Teletabis. Berikut bincang-bincang Peneliti Senior Balai Arkeolog Papua Hari Suroto tentang hal tersebut
Laporan: Rahayu Nur Hasanah
Situs Megalitik Tutari yang berada di Doyo Lama Kabupaten Jayapura merupakan peninggalan zaman dahulu yang harus dilestarikan dan diperkenalkan lagi oleh generasi muda. Karena dari sisi ilmu pengetahuan potensi edukasinya sangat tinggi. Dibandingkan dengan wisata alam yang kekinian, dan hanya menawarkan potensi untuk berswafoto.
Peneliti Senior Balai Arkeolog Papua Hari Suroto menyayangkan situs purbakala itu seperti terbengkalai, banyak rumput yang mudah terbakar saat musim kering, dan tidak ada pelindung seperti pohon disekitar lokasi dapat merusak peninggalan sejarah yang dilindungi cagar budaya. Kesalahan dalam merawat situs serta tata kelola destinasi wisata menjadi masalah yang utama
“Perawatan terakhir di Tutari itu tahun 2008, tapi salah caranya. Kalau Tutari itu kan batu batu yang ada gambarnya. Batunya kan gambarnya berwarna putih. Jadi waktu itu yang disikat batunya semua hingga menyebabkan gambarnya jadi tidak kelihatan. Seharusnya waktu konservasi itu batunya yang pudar diperlihatkan lagi. Tapi ini tidak. Jadi batunya disikat besi jadi rusak terkelupas semua gambarnya. Nah itu, salah metode. Selain itu harus ada penghijauan tanaman anti api karena di daerah tersebut daerah kering. Biar tidak ada kebakaran lahan,”ujar Hari saat ditemui Cenderawasih Pos di kantor Balai Arkeolog Papua belum lama ini.
Selain itu permasalahan lain yaitu tidak tersedianya lahan parkir untuk bis. Apalagi situs tersebut berada di kawasan jalan jalur cepat. Sebenarnya Tutari sudah di bawah Dinas Kebudayaan Provinsi Papua. Dia statusnya sama dengan monumen Mac Arthur di Rindam namun di Rindam lebih tertata.
“Disana tidak dikenai tiket masuk. Cuma parkir motor Rp 10 ribu kalau mobil Rp 20 ribu sama dengan Teletubbies dari pagi sampai sore duduk-duduk disitu nggak masalah. Yang dikenakan cuma biaya parkir. Kalau yang di Tutari inikan belum jelas. Pengunjung datang tiba-tiba ada yang mengaku ditarik Rp 300 ribu nanti ada keluarga yang datang lagi jadi berlipat lipat belum ada kepastian,”tuturnya.
Lokasi dari Tutari sendiri sangat mudah dijangkau. Jaraknya hanya sekitar 15 menit dari bandara. Lalu lokasi dipinggir jalan raya. Untuk akses cenderung lebih mudah. Kalau dari kantor bupati hanya sekitar 10 menit. “Jarak Tutari dan Bukti Teletubbies tidak sampai 100 meter. Namun bukit teletubbies lebih terkenal dan lebih banyak pengunjungnya dari pada Tutari .” terangnya.
“Sama dengan Tutari , kalau dibuat minat khusus juga harus dipersiapkan dengan baik. Baik infrastrukturnya maupun SDMnya. Penjaganya kalau ada bule (orang asing) datang diajak bicara bahasa inggris, Kalau tidak mengerti pelatihan guide bagaimana tentang melayani wisatawan sampai saat ini kan belum ada. Sampai sekarang pun toilet tidak ada, kemudian papan informasi situs dilindungi undang-undang atau apa juga tidak ada.”ujarnya.
Terkait pengembangan kedepannya, menurutnya situs ini harus dikembangkan lagi. Namun harus tetap berdasar pada undang undang cagar budaya. Nomor 11 tahun 2010. Agar tidak terjadi kesalahan dalam pengembangan situs budaya.
Hari Suroto menyayangkan waktu PON XX dilaksanakan di Papua situs Tutari tidak dikunjungi oleh wisatawan. “Kemarin yang mengenaskan waktu PON kemarin banyak atlet wisatawan yang ke Teletubbies. Tutari sepi. Dari depan sudah nggak menarik. Kayak bangunan lama di film film rumah tua.”ujarnya.
Padahal situs Tutari merupakan peninggalan zaman dahulu yang harus dilestarikan dan diperkenalkan lagi. Karena dari sisi ilmu pengetahuan potensi edukasinya sangat tinggi. Dibandingkan bukit teletubbies yang hanya menawarkan potensi untuk berswafoto.
“Promosi kedepannya juga harus lebih gencar. Karena selain wisatawan dapat melihat langsung. Bisa untuk tujuan ekonomi kreatif juga,”tandasnya. (*/wen)