JAYAPURA – Gebyar PON 2021 yang digelar di halaman Kantor Gubenur dinilai tidak mengakomodir mama-mama Papua dalam stan gebyar PON 2021. Hal ini bisa menjadi bukti nyata bahwa PON tidak akan memberikan dampak bagi ekonomi masyarakat Papua .
Ketua Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap) Frengki Warer mengatakan bahwa sebenarnya PON XX untuk siapa? “Iven seperti itu, (gebyar) harus mama-mama dilibatkan, apapun alasannya, karena ini rumah mereka, kok mereka seperti pendatang. Masa berjualan di Trotoar di luar kantor gubernur sementara yang lain enak didalam, ini PON untuk siap sebenarnya,” sesalnya.
Ia mengatakan, sebenarnya Tujuan PON selain mengakat harga diri orang Papua , harusnya bisa melihat ekonomi orang asli Papua khusus mama – mama Papua . “Pihak terkait juga harus ada butik dan galeri yang disiapkan dengan stan khusus agar mama-mama berjualan kerajinanan tangan mereka,” katanya.
Ia mengatakan mama – mama pedagang Papua sebenarnya dukung Pelaksanaan PON tapi kerja panitia yang tidak melibatkan PON ini yang membuat masalah harusnya panitia PON peka melihat hal ini.
Sementara itu penggagas Noken Papua ke UNESCO, Titus Pekei menyoroti pagelaran PON yang dianggap belum sepenuhnya memberikan ruang kepada mama-mama perajut noken. Pasalnya saat gebyar PON yang digelar di halaman Kantor Gubernur pekan kemarin terlihat banyak perajut yang akhirnya harus berpanas – panas berjualan di trotoar. Meski di bagian dalam halaman kantor juga banyak perajut yang berjualan namun dirasa belum memberi rasa keadilan.
Mama perajut noken dianggap kurang diperhatikan dengan baik padahal noken menjadi warisan dunia yang patut dibanggakan. Titus berharap mama noken bisa lebih diberdayakan dan diberi ruang untuk memasarkan hasil kerajinan tangan. “Harusnya bisa lebih diperhatikan, mereka kerja mempertahankan warisan budaya tadi secara polos. Menunggu siapa yang mau membeli dan memasarkan sendiri,” kata Titus lewat ponselnya, Senin (21/6). Ia berpendapat bahwa pihak kementerian dan dinas atau OPD yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat harus lebih objektif, mengatur agar semua perajin mendapat manfaat lewat agenda PON ini sendiri.
Titus berpendapat bahwa noken terdaftar dalam kategori memerlukan perlindungan mendesak karena sedang menuju kepunahan. Hanya saja selama ini pemerintah pusat dan daerah belum sepenuhnya memerhatikan mama-mana perajin noken hingga masih terpencar tanpa kejelasan tempat atau ruang yang bisa digunakan untuk memasarkan produknya. Padahal kata Titus tidak sulit jika memang ada keinginan baik dari pemerintah untuk membantu dimana dibuatkan ruang atau space yang tidak hanya digunakan untuk merajut tetapi juga memasarkan.
“Ada tiga kategori untuk noken, yang pertama noken rajut dengan bahan serat pohon, kedua, noken anyam dengan bahan asli baku kulit kayu dan ketiga noken sulam yang berbahan sintetis, nylon dan woll. Ini merupakan wadah pembangangan warisan budaya tak benda sehingga tiga pola ini patut dicermati untuk tetap diberi perhatian dalam pengembangan. Sekali lagi moment PON harus bisa memberi manfaat,” imbuhnya. Sementara itu, Ketua Harian PB PON Yunus Wonda, pada puncak acara gebyar PON menegaskan bahwa PON XX harus sukses prestasi, sukses adminstrasi dan sukses ekonomi. “Dengan hadirnya PON bisa memberikan manfaat sukses adminstrasi, prestasi dan ekonomi bagi orang Papua ,” katanya. (oel/ade/wen)