Penyelesaian Kasus HAM Berat juga Jadi Concern Pemerintah dan TNI
JAKARTA-Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menegaskan bahwa pendekatan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan di Papua adalah pendekatan damai. Sesuai dengan aturan dalam instruksi presiden (inpres) nomor 9 tahun 2020 dan keputusan presiden (keppres) nomor 20 tahun 2020. Hal itu dia sampaikan kepada Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa saat mengunjungi kantor Kemenko Polhukam di Jakarta, kemarin pagi (25/11).
Pria yang pernah bertugas sebagai menteri pertahanan (menhan) itu menekankan, pembangunan kesejahteraan yang komprehensif dan sinergis adalah inti strategi pendekatan damai di Papua. ”Artinya di Papua itu pendekatannya bukan senjata. Tapi, kesejahteraan,” kata dia.
Pendekatan tersebut dilaksanakan secara sinergis tidak hanya oleh satu pihak. Melainkan oleh seluruh kementerian dan lembaga yang memiliki tanggung jawab. ”Bukan sendiri-sendiri,” tegasnya.
Secara teknis, pemerintah juga melakukan operasi teritorial. ”Bukan operasi tempur,” ujar Mahfud. Dia memastikan, hal itu sudah disampaikan kepada Andika. Dalam pertemuan kemarin, pejabat asal Madura itu pun menyebutkan, Andika sebagai panglima TNI yang baru sudah memiliki gagasan berkenaan dengan pendekatan baru yang bakal diterapkan oleh TNI di Papua merujuk pada inpres maupun keppres yang sudah ada.
Mahfud pun mengungkapkan, pendekatan baru untuk menyelesaikan masalah di Papua menjadi satu dari dua concern Kemenko Polhukam dan TNI. Satu concern lainnya, sambung dia, berkaitan dengan penyelesain kasus pelanggaran HAM berat. Sampai saat ini, dia menyebut ada 13 kasus pelanggaran HAM berat. ”Yang sembilan itu adalah peristiwa pelanggaran sebelum tahun 2000, sebelum lahirnya undang-undang tentang peradilan HAM,” beber Mahfud.
Sedangkan empat kasus lainnya terjadi setelah tahun 2000. Dari empat kasus pelanggaran HAM berat itu, satu diantaranya muncul pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. ”Yaitu Peristiwa Paniai yang baru diumumkan bulan Juni yang lalu,” ucap Mahfud. Dia ingin, kasus pelanggaran HAM berat yang menyeret-nyeret atau melibatkan TNI diselesaikan oleh Andika. ”Nanti yang menyangkut TNI itu bapak panglima akan berkoordinasi dengan kami,” imbuhnya.
Khusus sembilan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum 2000, penyelesaiannya akan dilakukan melalui persetujuan atau permintaan DPR. ”Jadi, bukan presiden yang ambil keputusan tapi DPR,” kata Mahfud. ”Kalau DPR menganggap rekomendasi Komnas HAM itu harus ditindaklanjuti, DPR yang nanti menyampaikan ke presiden. Yang penting nanti didiskusikan dulu di DPR apa bisa ini dibuktikan, bagaimana jalan keluarnya,” sambung dia.
Kepada awak media, Andika pun menyampaikan bahwa rencana TNI mengubah pendekatan untuk menyelesaikan masalah di Papua tidak akan keluar dari dasar hukum yang sudah dibuat oleh pemerintah. Namun, lagi-lagi dia belum mau bicara lebih banyak. Orang nomor satu di tubuh institusi militer tanah air itu menyatakan, dia akan menyampaikannya setelah berkunjung ke Papua. ”Nanti secara detail akan saya jelaskan pada saat saya di Papua minggu depan,” imbuhnya. (syn/JPG)